Rabu, 13 April 2016

Jejak Si Burung Manyar

Y.B Mangunwijaya (Romo Mangun) Quotes:

“Patriotisme bukan seperti yang diindoktrinasikan orang-orang kolot zaman agraris itu. Aku tetap cinta Tanah Air, tetapi tidak dalam arti birokrat. Cinta saya kepada Tanah Air dan bangsa kuungkapkan secara masa kini, zaman generasi pascanasionalisme. Jika aku menjadi orang, pribadi, sosok jelas, yang menyumbang sesuatu yang berharga dan indah kepada bangsa manusia, disitulah letak kecintaanku kepada bangsa dan nasion.” #RomoMangun 

“Dunia dagang adalah dunia keras dan kejam, lebih keji daripada medan pertempuran tentara, ya kecuali kalau dunia angkatan perang sudah menjadi dunia bisnis, nah, itu terkecuali. Kata yang berlaku dalam dunia kami bukan kesetiaan, tetapi efektif dan efisien, paling tidak, produktif, nilai tambah, penggaetan kesempatan, pembelian fasilitas, dan itu sering berarti spionase usaha dan hasil pihak lawan, kalau mungkin ya menyerobot penemuan paten, hak cipta, dan kelihaian pengacara penasihat hukum untuk menerobos lubang-lubang di antara pasal-pasal hukum perdata maupun pidana. Lalu apa fungsi kesetiaan dalam dunia kami?” #RomoMangun 

“Yang satu butuh apa, yang lain memerlukan apa lain lagi. Adil kan tidak berarti sama rata sama rasa” #RomoMangun

“Pesta Yunani, pesta kaum demokrat yang membuktikan betapa filsafat dan kegembiraan murni benar-benar adalah saudara sekandung, karena kedua-duanya lahir dari rahim keindahan, yang tiada lain ialah cahaya cerlang keteraturan dan kebenaran, yang telah dibuahi oleh benih segala yang baik, baik melulu, baik murni, baik manusiawi” #RomoMangun

“Tanah air adalah tempat penindasan diperangi, tempat perang diubah menjadi kedamaian, kira-kira begitu. Tempat kawan manusia diangkat menjadi manusiawi, oleh siapa pun yang ikhlas berkorban. Dan patriotisme masa kini adalah solidaritas dengan yang lemah, yang hina, yang miskin, yang tertindas” #RomoMangun

Dunia lambang tidak harus mengikuti logika dan etika tersendiri, bahkan boleh disebut juga suatu supralogika yang melayang bagaikan awan-awan di atas gunung dan lembah, namun yang mengandung uap air mati-hidup bagi segala yang di bawahnya” #RomoMangun

“Manusia tertawa jika dia terjepit dalam situasi antara logika dan kenyataan yang berbenturan tanpa dia dapat menguasainya” #RomoMangun

“Lama aku memandang ke semburan-semburan lidah api yang meleleh ke bawah itu. Elok, ya, indah. Banyak yang kejam keji tampak indah dari kejauhan” #RomoMangun

“Orang yang lari dari dunia yang satu harus menemukan dunia yang baru untuk bisa bertahan diri” #RomoMangun

“Setiap angkatan punya medan juang dan pahlawan mereka sendiri, jangan didramatisir” #RomoMangun

“Perempuan adalah bumi, yang menumbuhkan padi dan singkong, tetapi juga yang akhirnya memeluk jenazah-jenazah manusia yang pernah dikandungnya dan disusuinya” #RomoMangun

“Orang itu kalau sudah fanatik agama kejamnya bukan main. Kejam atas nama Tuhan, kontradiksi yang aneh sekali, tetapi begitulah manusia” #RomoMangun

“Mengatakan bahwa sebuah teks bermakna 'tunggal' - oleh guru sekolah - merupakan suatu perkosaan terhadap prinsip pluralitas makna yang dimungkinkan di dalam semiotika. Mengatakan bahwa makna sebuah teks atau gambar harus mengikuti pemaknaan golongan tertentu merupakan satu bentuk represi tekstual” #RomoMangun

“Negeri ini sungguh-sungguh membutuhkan pemberani-pemberani yang gila, asal cerdas. Bukan yang tahu adat, yang berkepribadian pribumi, yang suka harmoni, yang saleh alim, yang nurut model kuli dan babu” #RomoMangun

“Uang tidak kucari dan emas membuatku menggeleng kepala. Hidup damai yang tahu bahasa bintang adalah pamrihku” #RomoMangun

“Setiap strategi yang sehat dan benar harus selalu berusaha mereduksi pihak lawan seminimum mungkin dan merangkul kawan sebanyak mungkin, sambil membujuk sebanyak mungkin lawan menjadi kawan, terserah apa latar belakangnya. Gerakan yang berkebiasaan membuat musuh di mana-mana amatlah bodoh” #RomoMangun

“Tokoh sejarah dan pahlawan sejati harus kita temukan kembali di antara kaum rakyat biasa yang sehari-hari, yang barangkali kecil dalam harta maupun kuasa, namun besar dalam kesetiaannya demi kehidupan” #RomoMangun 

“Indonesia ini memang negeri yang unik, penuh dengan hal-hal yang seram serius, tetapi penuh dagelan dan badutan juga. Mengerikan tapi lucu, dilarang justru dicari dan amat laku, dianjurkan, disuruh tetapi malah diboikot, kalah tetapi justru menjadi amat populer dan menjadi pahlawan khalayak ramai, berjaya tetapi keok celaka, fanatik anti PKI tetapi berbuat persis PKI, terpeleset tetapi dicemburui, aman tertib tetapi kacau balau, ngawur tetapi justru disenangi, sungguh misterius tetapi gamblang bagi semua orang. Membuat orang yang sudah banyak makan garam seperti saya ini geleng-geleng kepala tetapi sekaligus kalbu hati cekikikan. Entahlah, saya tidak tahu. Gelap memprihatinkan tetapi mengandung harapan fajar menyingsing, itulah Indonesia” #RomoMangun

Sekilas tentang Romo Mangun.

Gereja: Gereja Katolik Roma
Keuskupan: Semarang Penugasan
Penahbisan: 8 September 1959
oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ

Data diri
Nama lahir:
Yusuf Bilyarta Mangunwijaya
Lahir: 6 Mei 1929 Ambarawa, Jawa Tengah
Meninggal dunia: 10 Februari 1999 (umur 69) Jakarta, Indonesia
Kewarganegaraan: Indonesia
Denominasi: Katolik Roma
Kediaman: Keuskupan Agung Semarang

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. (lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929 – meninggal di Jakarta, 10 Februari 1999 pada umur 69 tahun), dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik (bahasa Jawa untuk "rakyat kecil"). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Rama Mangun (atau dibaca "Romo Mangun" dalam bahasa Jawa). Romo Mangun adalah anak sulung dari 12 bersaudara pasangan suami istri Yulianus Sumadi dan Serafin Kamdaniyah.

Karier Sastra
Romo Mangun dikenal melalui novelnya yang berjudul Burung-Burung Manyar. Mendapatkan penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996. Ia banyak melahirkan kumpulan novel seperti di antaranya: Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, Roro Mendut, Durga/Umayi, Burung-Burung Manyar dan esai-esainya tersebar di berbagai surat kabar di Indonesia. Buku Sastra dan Religiositas yang ditulisnya mendapat penghargaan buku non-fiksi terbaik tahun 1982.

Arsitektur
Dalam bidang arsitektur, ia juga kerap dijuluki sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Salah satu penghargaan yang pernah diterimanya adalah Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur, yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan pemukiman di tepi Kali Code, Yogyakarta. Ia juga menerima The Ruth and Ralph Erskine Fellowship pada tahun 1995, sebagai bukti dari dedikasinya terhadap wong cilik. Hasil jerih payahnya untuk mengubah perumahan miskin di sepanjang tepi Kali Code mengangkatnya sebagai salah satu arsitek terbaik di Indonesia. Menurut Erwinthon P. Napitupulu, penulis buku tentang Romo Mangun yang akan diluncurkan pada akhir tahun 2011, Romo Mangun termasuk dalam daftar 10 arsitek Indonesia terbaik.

Politik
Kekecewaan Romo terhadap sistem pendidikan di Indonesia menimbulkan gagasan-gagasan di benaknya. Dia lalu membangun Yayasan Dinamika Edukasi Dasar. Sebelumnya, Romo membangun gagasan SD yang eksploratif pada penduduk korban proyek pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah, serta penduduk miskin di pinggiran Kali Code, Yogyakarta.

Perjuangannya dalam membela kaum miskin, tertindas dan terpinggirkan oleh politik dan kepentingan para pejabat dengan "jeritan suara hati nurani" menjadikan dirinya beroposisi selama masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Kematian
Rama Mangun meninggal pada hari Rabu, 10 Februari 1999 pukul 14:10 WIB di Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta, setelah terkena serangan jantung saat berbicara di Hotel Le Meridien, Jakarta. Ia dimakamkan di makam biara komunitasnya di Kentungan, Yogyakarta.

Pendidikan
* HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan, Magelang (1936-1943)
* STM Jetis, Yogyakarta (1943-1947)
* SMU-B Santo Albertus, Malang (1948-1951)
* Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta (1951)
* Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang (1952)
* Filsafat Teologi Sancti Pauli, Kotabaru, Yogyakarta (1953-1959)
* Teknik Arsitektur, ITB, Bandung (1959)
* Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman (1960-1966)
* Fellow Aspen Institute for Humanistic Studies, Colorado, AS (1978)

Biografi
Pada tahun 1936, Y. B. Mangunwijaya masuk HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan, Magelang. Setelah tamat di tahu 1943, dia meneruskan ke ke STM Jetis, Yogyakarta, di mana dia mulai tertarik pada Sejarah Dunia dan Filsafat. Sebelum sekolah tersebut dibubarkan setahun kemudian, dia aktif mengikuti kingrohosi yang diadakan tentara Jepang di lapangan Balapan, Yogyakarta. Pada tahun 1945, Y. B. Mangunwijaya bergabung sebagai prajurit TKR Batalyon X divisi III dan bertugas di asrama militer di Vrederburg, lalu di asrama militer di Kotabaru, Yogyakarta. Dia sempat ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Setahun kemudia, dia kembali melanjutkan sekolahnya di STM Jetis dan bergabung menjadi prajurit Tentara Pelajar.

Setelah lulus pada 1947, Agresi Militer Belanda I melanda Indonesia sehingga Y. B. Mangunwijaya kembali bergabung dalam TP Brigade XVII sebagai komandan TP Kompi Kedu.

* 1948: Masuk SMU-B Santo Albertus, Malang
* 1950: Sebagai perwakilan dari Pemuda Katolik menghadiri perayaan kemenangan RI di alun-alun kota Malang. Di sini Mangun mendengar pidato Mayor Isman yang kemudian sangat berpengaruh bagi masa depannya.
* 1951: Lulus SMU-B Santo Albertus, melanjutkan ke Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta.
* 1952: Pindah ke Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang.
* 1953: Melanjutkan ke Seminari Tinggi. Sekolah di Institut Filsafat dan Teologi Santo Paulus di Kotabaru. Salah satu pengajarnya adalah Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ.
* 1959: 8 September ditahbiskan menjadi Imam oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ. dan Melanjutkan pendidikan di Teknik Arsitektur ITB.
* 1960: Melanjutkan pendidikan arsitektur di Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman.
* 1963: Menemani saat Uskup Agung Semarang, Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ meninggal dunia di Biara Suster Pusat Penyelenggaraan Ilahi di Harleen, Belanda
* 1966: Lulus pendidikan arsitektur dan kembali ke Indonesia.
* 1967-1980: Menjadi Pastor Paroki di Gereja Santa Theresia, Desa Salam, Magelang; menjadi pelindung Kring Karitas Nandan; mulai berhubungan dengan pemuka agama lain, seperti Gus Dur dan Ibu Gedong Bagoes Oka; menjadi Dosen Luar Biasa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UGM; mulai menulis artikel untuk koran Indonesia Raya dan Kompas, tulisan-tulisannya kebanyakan bertema: agama, kebudayaan, dan teknologi. Juga menulis cerpen dan novel.
* 1975: Memenangkan Piala Kincir Emas, dalam cerpen yang diselenggarakan Radio Nederland.
* 1978: Atas dorongan Dr. Soedjatmoko, Romo Mangun mengikuti kuliah singkat tentang masalah kemanusiaan sebagai Fellow of Aspen Institute for Humanistic Studies, Aspen, Colorado, AS.
* 1980-1986: Mendampingi warga tepi Kali Code yang terancam penggusuran. Melakukan mogok makan menolak rencana penggusuran.
* 1986-1994: Mendampingi warga Kedung Ombo yang menjadi korban proyek pembangunan waduk.
* 1992: Mendapat The Aga Khan Award untuk arsitektur Kali Code.
* 1994: Mendirikan laboratorium Dinamika Edukasi Dasar. Model pendidikan DED ini diterapkan di SD Kanisius Mangunan, di Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
* 1998 26 Mei: Menjadi salah satu pembicara utama dalam aksi demonstrasi peringatan terbunuhnya Moses Gatutkaca di Yogyakarta.
* 10 Februari 1999: Wafat karena serangan jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru di Hotel Le Meridien, Jakarta.

Karya Arsitektur
1. Pemukiman warga tepi Kali Code, Yogyakarta
2. Kompleks Religi Sendangsono, Yogyakarta
3. Gedung Keuskupan Agung Semarang
4. Gedung Bentara Budaya, Jakarta
5. Gereja Katolik Jetis, Yogyakarta
6. Gereja Katolik Cilincing, Jakarta
7. Markas Kowihan II
8. Biara Trappist Gedono, Salatiga, Semarang
9. Gereja Maria Assumpta, Klaten
10. Gereja Katolik Santa Perawan Maria di Fatima Sragen
11. Gereja Maria Sapta Duka, Mendut
12. Gereja Katolik St. Pius X, Blora
13. Wisma Salam, Magelang

Penghargaan
1. Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland
2. Aga Khan Award for Architecture untuk permukiman warga pinggiran Kali Code, Yogyakarta [www.akdn.org/agency/akaa/fifthcycle/indonesia.html]
3. Penghargaan arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat peziarahan Sendangsono.
4. Pernghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996

Buku dan tulisan
1. Balada Becak, novel, 1985
2. Balada dara-dara Mendut, novel, 1993
3. Burung-Burung Rantau, novel, 1992
4. Burung-Burung Manyar, novel, 1981
5. Di Bawah Bayang-Bayang Adikuasa, 1987
6. Durga Umayi, novel, 1985
7. Esei-esei orang Republik, 1987
8. Fisika Bangunan, buku Arsitektur, 1980
9. Gereja Diaspora, 1999
10. Gerundelan Orang Republik, 1995
11. Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, novel, 1983
12. Impian Dari Yogyakarta, 2003
13. Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta, 2000
14. Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan: renungan filsafat hidup, manusia modern, 1999
15. Memuliakan Allah, Mengangkat Manusia, 1999
16. Menjadi generasi pasca-Indonesia: kegelisahan Y.B. Mangunwijaya, 1999
17. Menuju Indonesia Serba Baru, 1998
18. Menuju Republik Indonesia Serikat, 1998
19. Merintis RI Yang Manusiawi: Republik yang adil dan beradab, 1999
20. Pasca-Indonesia, Pasca-Einstein, 1999
21. Pemasyarakatan susastra dipandang dari sudut budaya, 1986
22. Pohon-Pohon Sesawi, novel, 1999
23. Politik Hati Nurani Puntung-Puntung Roro Mendut, 1978
24. Putri duyung yang mendamba: renungan filsafat hidup manusia modern Ragawidya, 1986
25. Romo Rahadi, novel, 1981 (terbit dengan nama samaran Y. Wastu Wijaya)
26. Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri, novel trilogi, dimuat 1982-1987 di harian Kompas, dibukukan 2008
26. Rumah Bambu, kumpulan cerpen, 2000
27. Sastra dan Religiositas, kumpulan esai, 1982
28. Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat, 1999
29. Soeharto dalam Cerpen Indonesia, 2001
30. Spiritualitas Baru Tentara dan Kaum Bersenjata, 1999
31. Tumbal: kumpulan tulisan tentang kebudayaan, perikemanusiaan dan kemasyarakatan, 1994
32. Wastu Citra, buku Arsitektur, 1988

Buku tentang Romo Mangun
1. Sumartana, dkk. Mendidik Manusia Merdeka Romo Y.B. Mangunwijaya 65 Tahun. Institut Dian/Interfedei dan Pustaka Pelajar, 1995. ISBN 979-8726-01-4.
2. Wahid, Abdurrahman. Romo Mangun Di Mata Para Sahabat. Kanisius, 1999. ISBN 979-672-431-6.
3. Priyanahadi, dkk. Y.B. Mangunwijaya, Pejuang Kemanusiaan. Kanisius, 1999. ISBN 979-672-435-9.
4. Prawoto, Eko A. Tektonika Arsitektur Y.B. Mangunwijaya. Cemeti Art House Yogyakarta, 1999.
5. Mengenang Y.B. Mangunwijaya, Pergulatan Intelektual dalam Era Kegelisahan. Kanisius, 1999. ISBN 979-672-433-2.
6. Sindhunata. Menjadi Generasi Pasca-Indonesia, Kegelisahan Y.B. Mangunwijaya. Kanisius, 1999. ISBN 979-672-432-4.
7. Purwatma. Romo Mangun Imam bagi Kaum Kecil. Kanisius, 2001. ISBN 979-672-959-8.
8. Rahmanto, B. Y.B. Mangunwijaya: Karya dan Dunianya. Grasindo, 2001. ISBN 978-979-96526-1-4.
9. Yahya, Iip D. dan Shakuntala, I.B. Romo Mangun Sahabat Kaum Duafa. Kanisius, 2005. ISBN 978-979-21-0563-6.
10. Murtianto, B. Kata-Kata Terakhir: Romo Mangun. Kompas, 2014. ISBN 978-979-708-795-0

Itulah sepenggal kenangan tentang hidup si burung manyar..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar