Kamis, 14 April 2016

GERPOLEK 1948: VIII - IX

VIII. HUKUM MENYERANG.

Panglima Perang yang ulung di zaman purbakala seperti Iskandar, Caesar, Hannibal, Djengis Khan dan Timurleng sudah menganut paham yang pasti tentang siasat menyerang untuk memperoleh kemenangan. Napoleon, yang sebagian besar dari siasat perangnya dipusatkan kepada penyerangan sudah dapat menetapkan siasat menyerang itu lebih nyata dan lebih sistematis dari pada para ahli sejarah di zaman lampau. Tetapi beru ditengah-tengah bangsa Germanialah terutama timbul dan tumbuh ilmu perang itu (kriegwissenschaft) dalam arti ilmu yang sesungguhnya, yakni sistematis (tersusun) logis (menurut hukum berfikir) dan consistent (tetap memegang dasar). Di sekitar pujangga Germania, seperti Clausewitz, Ludendorft dll nyatalah tampil ke muka pujangga militer di Perancis, Inggris dll. Memanglah juga di Tiongkok, malah ribuan tahun lampau sudah ada pujangga kepahlawanan bernama Luan Yu (?) yang banyak memberikan petunjuk yang berharga kepada keturunannya bangsa Tionghoa bangsa Jepang dan bangsa Mongolia. Tetapi karangannya itu belum lagi merupakan satu ilmu kemiliteran yang tersusun, logis dan consistent. Karangannya itu baru karangan, yang mengandung banyak nasehat serta petuah saja.

Kalau kita sekedar mengadakan tinjauan atas ilmu kemiliteran yang tertulis lebih kurang satu abad dibelakangan ini oleh para pujangga Barat, teristimewa pula di antara para pujangga Jerman, maka kita mendapatkan kesan bahwa siasat menyeranglah yang mendapat pusat perhatian para ahli itu. Hal ini adalah cocok dengan sifatnya Imperialisme Barat pada abad yang di belakang ini, terutama di antara bangsa Germania. Ingatlah saja, bahwa pada perang dunia ke I dan ke II, Negara Jermanlah pihak yang menyerang lebih dahulu. Kapitalisme Imerpialisme Germania yang terlambat datangnya di medan penjajahan di Amerika, Afrika, Asia dan Australia itu terpaksa merebut jajahan yang sudah berada di tangannya Inggris, Perancis dan Belanda. Jadi karena itulah maka tiada mengherankan kita kalau para ahli militer Jermanlah yang bermula dapat membentuk KARANGAN-KEMILITERAN yang tersusun (sistematis) logis dan consistent. Para ahli militer Jermanlah yang permata sekali membentuk formule (ketetapan) dari hukumnya SIASAT-MENYERANG itu.

HUKUM-PERANG itu lebih kurang berbunyi: Dengan Kodrat terpusat, dengan cepat dan dengan sekonyong-konyong memecahkan gelang rantai pertahanan musuh yang lemah dengan maksud memecah-belahkan hubungan organisasinya dan akhirnya menghancurkan musuh itu. Tampaklah sudah beberapa anasir yang terpenting dalam hukum itu. Kalau hukum itu kita kupas maka kita memperoleh:

1. Anasir kodrat yang terpusat.
2. Anasir kecepatan.
3. Anasir sekonyong-konyong.
4. Anasir Gelang lemah di rantai pertahanan musuh.
5. Anasir hubungan organisasi musuh.
6. Anasir tekad menghancurkan musuh.

Semuanya anasir itu adalah penting satu-persatunya dan lebih penting lagi kalau semuanya dipersambungkan.

1. Panglima perang harus MEMUSATKAN tenaganya lebih dahulu sebelum dia menyerang. Menyerang dengan kekuatan yang tiada seimbang, mungkin akan percuma atau akan membahayakan yang menyerang saja.

2. Anasir CEPAT itu adalah amat penting: apalagi kalau disambung dengan (3) Anasir sekonyong-konyong yang cepat dan sekonyong-konyong tiba di belakang musuh, tentu tak akan menjumpai perlawanan musuh yang sempurna. Tetapi siapa yang menyerang dengan lambat akan mudah diketahui oleh musuh. Dan mudah pula musuh mempersiapkan dirinya buat mempertahankan diri.

4. Pasukan yang menyerang GELANG RANTAI yang kuat sukar mendapatkan hasil yang memuaskan. Mungkin pasukan itu sendiri akan mendapat pukulan yang hebat.

5. Barang siapa dapat MEMECAH BELAHKAN pasukan musuh dengan menggempur tempat yang MEMPERHUBUNGKAN satu bagian pasukan musuh dengan bagian pasukan musuh yang lainnya akan bisa memusatkan tenaga untuk memukul pecah belahkan musuh itu. Inilah kemenangan permualaan yang baik buat melakukan anasir (6) yakni TEKAD menghancur-leburkan musuh.

Seperti sudah disebutkan di atas para ahli di zaman lampau juga sudah lebih kurang menganut sebagian atau seluruhnya paham yang termaktub dalam HUKUM MENYERANG itu. Memangnya pula beberapa kemenangan Napoleon, yang oleh para ahli dianggap gilang gemilang, selalu berdasarkan atas HUKUM MENYERANG, seperti kita cantumkan di atas tadi. Sebelumnya dan sesudahnya Napoleon, maka sudah banyak pula Panglima Perang yang mengucapkan petuah perang yang berarti Friedrich Besar, Raja Prusia, yang hidup sebelum Napoleon berkata, bahwa: “barang siapa yang hendak mempertahankan seluruh barisannya, orang itu tiada akan dapat mempertahankan SESUATU apa”. Artinya itu Panglima yang tiada berani mengurangi prajurtinya pada beberapa bagian, buat dipusatkan pada PASUKAN PENYERANG; yang ditujukan kepada gelang-rantai pertahanan musuh, yang sudah ditujukan kepada gelang-rantai pertahanan musuh, yang sudah ditentukan maka Panglima yang terlampau “AWAS-WASPADA” itu akan mengalami “PUKULAN TERPUSAT” dari lawannya yang lebih berani nekad. Petuah Friedrich ini diucapkan pula oleh Panglima Hindenburg pada masa perang dunia ke I dengan perubahan kalimat yang berbunyi: “Orang harus selalu menyerang dengan mengadakan Pemusatan”. Berapa pula pentingnya anasir CEPAT dan anasir sekonyong-konyong itu, kita pelajari dari siasat dan tindakan Hannibal, yang dengan tentara dan kuda serta gajahnya melintasi gunung Alpen yang tinggi, jurang dan penuh salju. Dengan tiada disangka-sangka oleh Panglima Romawi maka sekonyong-konyong Hannibal sudah berada di Italia. Tentara Rumawi yang terpaksa dikumpulkan dan dikerahkan dengan tergesa-gesa dan sembarangan dengan mudah sekali dapat dihancur leburkan oleh Hannibal. Begitu CEPAT dan begitu SEKONYONG-KONYONG Caesar menjalankan HUKUM MENYERANG seperti termaktub pada permulaan karangan ini tadi, sehingga kemenangan yang diperolehnya di atas Tentara Egypte demikian cepat dan begitu sempurna sehingga dia dapat mencatatkan seluruhnya peristiwa perang di Egypte dengan tiga kata saja, ialah VENI, VIDI, VICI! (Saya lihat, saya gempur dan saya kalahkan!).  

IX. PENGLAKSANAAN HUKUM MENYERANG.

Seperti kita sudah jelaskan di atas tadi, maka hukum menyerang itu terutama dilakukan untuk mendapatkan kemenangan dalam sesuatu peperangan yang bersifat bergerak. Dengan perkataan lain Hukum Menyerang itu berlaku dengan leluasa dalam Perang-Gerak-Cepat (Mobile Warfare). Tetapi dalam Perang-Stelling (Loopgraven-onring atau Trench-Warfare) atau dalam perang menghadapi Benteng, maka tentulah Hukum Menyerang itu tiada dapat dilakukan.

Dalam sejarahnya Iskandar Zulkarnaen kita baca, bahwa dia melakukan perang gerak cepat menghadapi kita hanya, bahwa dia melakukan perang gerak cepat menghadapi Raja Persia. Disinilah dia melaksanakan Hukum-Menyerang itu dengan gilang-gemilang. Dengan tentara yang cuma terdiri dari empat puluh ribu prajurit, tetapi tersusun dan terlatih, dia sekonyong-konyong dan secepat kilat menunjukkan pasukan istimewanya ke pusat tentara musuh, ialah kepada Markasnya Raja Persia sendiri. Dengan hancurnya Markas Besar itu, maka pecah-belah, kacau-balau dan kalahlah tentara Persia yang terdiri dari satu juta prajurit itu, atau 25 kali sebesar tentara Yunani di bawah pimpinan Iskandar. Tetapi selainnya dari Perang-Gerak Cepat, Iskandar sering pula terpaksa berhenti, kalau dia menghadapi kota yang diperlindungi oleh benteng, berupa dinding batu yang kokoh yang dipertahankan oleh prajurit pula. Dalam keadaan begini, maka Iskandar terpaksa menjalankan siasat mengepung, sampai dinding batu itu bisa dirobohkan atau dilintasi dan tentara pembelanya ditaklukkan. Atau sampai penduduk prajurit yang dikepung itu menyerah kalah, karena kekurangan makanan dan air atau mulai musuhan, karena diserang oleh wabah penyakit.

Setelah Hannibal mendapatkan kemenangan yang masyhur sekali dalam sejarah kemiliteran, bilamana dia menjalankan Hukum Menyerang itu dengan cemerlang di Cannae, maka dia berbulan-bulan terpaksa berhenti di depan pintu Gerbang Rome. Dia terpaksa melakukan pengepungan, karena tiada merasa cukup kuat buat menyerbu ke dalam kota Rome dan melakukan perang dalam kota, yang berlainan pula sifatnya dengan Perang-Gerak-Cepat. Ketika dia mengepung itu, maka dia terpaksa menyaksikan, bahwa musuhnya kian hari kian kuat, sedangkan tentaranya kian hari kian lemah. Pemimpin politik bangsa Romawi sanggup memperkokoh persatuan bangsa Romawi dan memusatkan pertahanan di dalam kota. Panglima Romawi yang insyaf akan keulungan Hannibal dan Perang-Gerak-Cepat, dengan luas terbuka tiadalah mau mengukur kekuatan dan kepintaran dalam Perang-Gerak-Cepat itu. Tetapi dia melakukan alasan maju-mundur yang lama kelamaan sangat memperlemah tentara Hannibal, sehingga Hannibal terpaksa mengundurkan diri. Julius Caesar dan Napoleon lebih banyak melakukan Hukum Menyerang itu, karena mereka banyak sekali berhadapan dengan musuh diruangan luas terbuka.

Pada permulaan Perang dunia Pertama, maka para Panglima Jerman merencanakan perang Gerak-Cepat, yang ditujukan ke Eropa Barat. Seorang Ahli Siasat Jerman, bernama Von Schieffen mengadakan satu rencana Siasat Menyerang untuk merebut Perancis dalam satu bulan, dengan melalui Belgia, yang bersikap netral itu. Siasat yang cermelang itu berwujud memancing pasukan Perancis memasuki Germania Selatan. Apabila pasukan Perancis itu kelak cukup jauh mengeluarkan “lehernya” ke dalam daerah Jermania Selatan itu, maka tentara Jerman di bawah Von-Kluek yang menyerbu ke Perancis Utara berkewajiban memotong “leher” (tentara) Perancis yang diulurkan itu. Cemas terhadap penyerbuan Perancis di Selatan Germania itu, maka Kepala Staf Jerman memperkuat pasukan yang menghadapi pasuka Perancis yang menyerbu itu dengan memperlemah pasukan Von-Kluek. Dengan demikian maka Von-Kluek tak sanggup memotong “leher” yang diulurkan itu. Baru pada perang Dunia Kedua, di bawah pimpinan Hitler, maka siasat Von Schlieffen dilaksanakan dengan cemerlang dan secepat kilat. Disamping kegagalan siasat Menyerang, yang diselenggarakan di Eropa Barat itu panglima Von Hindenburg dengan jaya melakukan siasat menyerang itu terhadap pasukan tentara Caesar-Rusia. Di Rusia Timur serangan Caesar-Rusia yang kuat dan berbahaya sekali, dipatahkan oleh pasukan Jerman yang lebih kecil. Siasat menyerang dalam Perang-Gerak-Cepat, yang dapat dilakukan pada permulaan perang dunia pertama itu terpaku pada perang stelling, pada penghabisan perang dunia pertama itu. Dua tentara dari kedua pihak, yang terdiri dari jutaan prajurit, yang menduduki PARIT (Stelling) yang ratusan KM, panjangnya, berbulan-bulan lamanya hadap-menghadapi, tembak-menembak dengan tiada mendapatkan banyak kemajuan. Barulah setelah tentara Inggris/Perancis diperkuat dengan prajurit dan senjata dari Amerika barulah Tentara Sekutu dengan hujan pelor dapat menghalaukan tentara Jerman di Eropa Barat. Mulanya menghalauan itu berlaku lambat. Kemudian cepat demi cepat, sebagai akibatnya penglaksanaan petuah Jendral Foch, yang berbunyi: "Frappa toyours” ialah pukul terus menerus, sekarang disini, nanti disana, supaya musuh tak sempat bersiap menyerang, dan akhirnya kacau balau dan menyerah.

Ahli Siasat Perancis sebelumnya Perang Dunia Kedua berpendapat bahwa pada Perang Dunia ke II itu, Perang Stelling atau perang paritlah pula yang berlaku seperti pada penghabisan perang dunia pertama. Berhubung dengan mendapat itu maka didirikanlah di batas Timur Perancis satu parit panjang, yang masyhur, bernama Lini Maginot, yang terdiri dari beton-besi yang lengkap dengan gudang makanan dan persenjataan untuk pertahanan yang lama sekali. Mulanya para ahli menyangka, bahwa Lini Maginot tak akan bisa dilalui, apalagi direbut. Tak akan bisa dilalui oleh tank, karena banyak mempunyai perkakas anti tank. Tak bisa dipecahkan dengan bom, yang dijatuhkan oleh pesawat udara, ataupun oleh bom yang ditembakkan dengan mortir, karena betonnya garis Maginot dianggap kuat kebal. Dengan demikian maka para ahli berpendapat bahwa perang dunia keuda akan bersifat perang-parit, yang lama sekali. Tetapi sejarah menyaksikan, bahwa kemajuan ilmu dan tehnik dapat mengatasi kekebalan Garis Maginot itu. Dengan jatuhnya Maginot, oleh tehnik Jerman, maka jatuhlah pula Perang Parit dan berlakulah pula kembali Perang-Gerak-Cepat. Sedang para prajurit Perancis di Garis Maginot masih menunggu-nunggu Tentara Jerman dari depan, maka dua tiga PRAJURIT BERMOTOR Jerman sebagai Prajurit pelopor, sudah berada jauh di dalam Negara Perancis, di belakang Garis Maginot dengan menyeludupi front Utara Perancis. Berbarengan dengan itu pesawat Stuka Jerman sudah mendengung-dengungkan di atas Ibu Kota Paris mengancam menjatuhkan bomnya kalau Pemerintah Perancis tak lekas menyerah. Demikianlah Garis Maginot yang tak dikira dapat ditembus dari depan itu, dapat ditembus dari belakang. Demikianlah selanjutnya Perang Parit pada Perang dunia Kedua bertukar pula menjadi Perang-Gerak-Cepat seperti di zaman lampau.

Dalam Perang-Gerak-Cepat dengan ilmu dan tehnik modern itu, amat pentinglah TIGA ANASIR dalam siasat menyerang yang terang tercantum pada pasukan bermotor, tank dan pasukan udaranya ataupun pada kapal perang. Tiga anasir itu ialah:

1. KECEPATAN.
2. PERPUTARAN (mobility). dan
3. KODRAT TEMBAKAN.
    

Satu mesin perang di darat, laut atau udara belum lagi sempurna kalau cuma bisa lagi cepat saja. Mesin itu harus sanggup berputar cepat memperlindungi bagian yang lemah yang tiba-tiba diserang musuh. Tank, pesawat dan kapal perang yang cepat tetapi tiada lekas bisa berputar menghadapi musuh dari belakang akan kalah, walaupun larinya cepat, seperti kilat. Seterunya pula, walaupun syarat kecepatan dan pemutaran itu ada, tetapi kalau kodrat tembakan itu lemah, maka kedua anasir pertama tak berarti. Kapal penjelajah bisa berputar lebih cepat dari pada kapal penggempur yang lebih besar pula itu. Tetapi karena kapal penggempur itu jauh lebih besar, maka dia bisa mengangkut meriam lebih banyak dan dengan sekaligus dapat memuntahkan lebih banyak pula pelor dari pada penjelajah yang lebih cepat itu. Jadi kodrat tembakan kapal penggempur itu lebih besar dari pada kodrat tembakan kapal penjelajah. Ketiga anasir, ialah kecepatan, perputaran, dan kodrat tembakan itu haruslah diperhitungkan laba-rugi masing-masingnya. Kemudian haruslah pula ketiganya anasir itu digabungkan menjadi satu kekuatan militer, yang setinggi-tinggi dan seefficient-efficientnya. Inilah kewajibannya para ahli teknik militer.

Syahdan dalam sejarah kemiliteran tampaklah bagi kita pengaruhnya tehnik dalam ketentaraan itu serta dalam penglaksanaan Hukum Menyerang. Pasukan berkuda yang amat diutamakan untuk melaksanakan siasat menyerang dari zaman Iskandar samapai ke zaman Napoleon, semenjak perang dunia pertama dan sesudah perang dunia Kedua sudah digantikan oleh pasukan tank dan pasukan bermotor serta pasukan udara. Penyelidikan terlebih dahulu dilakukan oleh pasukan berkuda itu sekarang dijalankan oleh pasukan bermotor atau oleh pasukan udara. Kecepatan tank dan motor buat tentara darat itu haruslah diimbangi pula oleh infanteri dan artileri. Pasukan infanteri dan artileri harus dengan cepat dapat mengikuti tank. Demikian artileri (meriam) dan infanteri itu harus dimekanisir, yakni harus diangkat dengan mesin. Artileri diangkut dengan truk. Infanteri diangkut dengan truk, kereta berlapis baja atau dengan pesawat terbang.

Berhubungan dengan bertukarnya alat perang itu, disebabkan oleh kemajuan ilmu dan tehnik, maka bertukarlah pula taktik dan latihan untuk mengemudikan alat perang modern itu. Tetapi bagaimanapun juga pertukaran alat perang, serta taktik dan latihan perang itu HUKUM MENYERANG, tetapi berlaku sepeti sediakala, ialah yang berlaku semenjak Iskandar samapai ke Zukov, Rommel dan Dwight D. Eisenhower, yakni seperti yang tercantum pada BAB yang lampau. Dengan tiba-tiba menghancurkan Markas-Besar Tentara Polandia yang gagah berani itu dengan Stuka, maka seolah-olah kena pukullah “otak” tentara Polandia itu. Dengan sekonyong-konyong pula menghancurkan pesawat udara Polandia yang berada di bawah, maka hancurlah pula “mata” dan “tinju” ialah alat penyelidikan dan alat penggempurnya Tentara Polandia. Dengan menghancurkan semua jembatan penting sebagai alat penghubung di Polandia, maka pecah-belahlah tentara Polandia dalam beberapa pasukan yang sukar buat dipusatkan. Dengan dua orang prajurit bermotor, sebagai pelopor dan beberapa Sutka di udara, maka lemahlah urat-syarafnya Rakyat Polandia. Akhirnya dengan “Stoss Truppe”, Tentara pelopor yang tiada begitu besar, kalau dibandingkan dengan masa yang silam, maka dalam satu dua minggu saja tentara Jerman dapat menguasai Polandia. Perang Kilat menurut Hukum Menyerang jugalah, yang menjatuhkan Norwegia, Belanda, Belgia, Perancis, masing-masing dalam beberapa hari saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar